BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Avian influenza pertama kali
ditemukan menyerang di itali sekitar 100 tahun yang lalu. Wabah virus ini
menyerang manusia pertama kali di Hongkong pada tahun 1997 dengan 18 korban dan
6 diantaranya meninggal. Sejarah dunia telah mencatat tiga pandemi besar yang
disebabkan oleh virus influenza tipe A. Pandemi pertama terjadi pada tahun 1918
berupa flu spanyol yang disebabkan oleh subtipe H1N1 dan memakan korban
meninggal 40 juta orang. Pandemi ini sebagian besar terjadi di eropa dan
amerika serikat. Pandemi kedua terjadi pada tahun 1918 berupa flu asia yang
disebabkan oleh H2N2 dengan korban 4 juta jiwa. Pandemi terakhir pada tahun
1968 berupa flu hongkong yang disebabkan oleh H3N2 dengan korban 1 juta jiwa.
Sampai bulan juni 2007 sebanyak 313
orang diseluruh dunia telah terjangkit virus AI dengan 191 diantaranya
meninggal dunia. Kasus penyakit ini meningkat cepat dari tahun ke tahun. Pada
tahun 2003 tercatat terdapat 4 kasus, kemudian berkembang menjadi 46 kasus
(2004), 97 kasus (2005), 116 kasus (2006), dan pada tahun 2007 pertanggal 15
juni sudah dilaporkan terjadi 50 kasus dengan angka kematian 60%. Negara yang
terjangkit sebagian besar adalah negara-negara di asia (thailand, vietnam,
kamboja, china, dan indonesia), tetapi saat ini telah menyebar ke irak dan
turki.
Kasus Alvian influenza
di Indonesia bermula dari ditemukannya kasus pada unggas di pekalongan, jawa
tengah pada bulan agustus 2003. Menghadapi penyakit yang semakin merebak,
pemerintah memutuskan untuk mrengimpor vaksin dalam jumlah terbatas dan
dilakukan vaksinasi pada sejumlah unggas. Pada januari 2004, ketua I persatuan
dewan hewan indonesia (PDHI), C.A. Nidom, mengumumkan bahwa identifikasi DNA
dengan sampel 100 ayam yang diambil dari daerah wabah menunjukkan positif telah
terjangkit flu burung. Pada april 2004, dirjen bina produksi peternakan
mengidentifikasi masuknya virus flu burung di indonesia, yakni penyelundupan
vaksin flu burung, penyelundupan unggas, dan migrasi burung.
Sampai akhirnya, pada akhir februari
2005 ribuan unggas, ayam, dan burung di lima kabupaten dan kota di jawa barat
mati karena flu burung. Untuk pertama kalinya, kasus flu burung pada manusia di
indonesia ditemukan pada bulan juli 2005. Kemudian, pemerintah menetapkan flu
burung sebagai kejadian luar biasa (KLB) nasional mengingat banyaknya korban,
baik unggas maupun manusia yang terjangkit virus flu burug. Sampai dengan
september 2008 penyebaran flu burung pada manusia di Indonesia yang telah
dikonfirmasi oleh Komnas Flu Burung Indonesia telah menyebar di 12 provinsi,
yakni Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, Sumatera Utara, Jawa Timur, Jawa Tengah,
Sumatera Barat, Lampung, Sulawesi selatan, Sumatera Selatan, Riau, dan Bali
dengan jumlah kasus mencapai 137 dan 112 diantaranya meninggal dunia. jumlah
kasus tterbanyak Jawa Barat dengan jumlah kasus 33 jiwa dan kasus meningggal 27
jiwa. sedangkan untuk daerah Tanggerang Banten memduduki peringkat terbanyak
dengan jumlah kasus 25 jiwa dan meninggal 25 jiwa. Tanggerang merupakan salah
satu daerah dengan kasus penularan Avian Influenza cukup tinggi. hingga saat
ini Dinas Kesehatan Kabupaten Tanggerang Banten telah menetapkan 10
kecamatannya sebagai daerah epidemis atau wilayah penyebab dan penularan virus
flu burung. Wabah flu burung sangat merugikan masyarakat, selain dari segi
kesehatan terutama dalam bidang ekonomi. Hal ini disebabkan karena wabah flu
burung membuat orang menjadi takut mengonsumsi daging ayam serta takut
berpergian di daerah yang dinyatakan positif endemi flu burung, sehingga secara
tidak langsung melumpuhkan sektor peternakan dan pariwisata di negara
tersebut1. padahal jika dilihat dari data FAO pada tahun 2003 Asia tenggara
termasuk Indonesia merupakan tempat peternakan unggas terbesar kedua terbesar
didunia, sehingga bisa dibayangkan berapa banyak kerugian yang akan diderita
apabila sektor peternakan unggas ini lumpuh.
1.2 Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah dalam karya tulis ini adalah:
1. Apa pengertian penyakit flu burung?
2. Bagaimana cara penularan penyakit flu
burung?
3. Bagaimana gejala penyakit flu
burung?
4. Bagaimana cara mencegah penyakit flu
burung?
5. Bagaimana cara pengobatan flu burung?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
Penyakit flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian influenza) adalah suatu penyakit
menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas.
Penyakit flu burung yang disebabkan oleh virus avian infuenza jenis H5N. Flu
Burung merupakan penyakit yang berbahaya karena dapat membunuh seluruh ternak
unggas di areal usaha peternakan. Flu Burung merupakan penyakit yang berbahaya
karena dapat menyebar dengan cepat ke areal peternakan lain dan di seluruh
tanah air. Flu Burung berbahaya karena banyak jenis Flu Burung dapat menyebabkan manusia sakit dan meninggal.
2.2 ETIOLOGI
Penyebab flu
burung adalah virus influenza tipe A. Virus influenza termasuk famili
Orthomyxoviridae. Virus influenza tipe A dapat berubah-ubah bentuk (Drift,
Shift), dan dapat menyebabkan epidemi dan pandemi. Virus influenza tipe A
terdiri dari Hemaglutinin (H) dan Neuramidase (N), kedua huruf ini digunakan
sebagai identifikasi kode subtipe flu burung yang banyak jenisnya. Pada manusia
hanya terdapat jenis H1N1, H2N2, H3N3, H5N1, H9N2, H1N2, H7N7. Sedangkan pada
binatang H1-H5 dan N1-N9. Strain yang sangat virulen/ganas dan menyebabkan flu
burung adalah dari subtipe A H5N1. Virus tersebut dapat bertahan hidup di air
sampai 4 hari pada suhu 220 C dan lebih dari 30 hari pada 00 C. Virus akan mati
pada pemanasan 600 C selama 30 menit atau 560 C selama 3 jam dan dengan
detergent, desinfektan misalnya formalin, serta cairan yang mengandung iodine.
2.3 EPIDEMIOLOGI
Di
Indonesia pada bulan Januari 2004 di laporkan adanya kasus kematian ayam ternak
yang luar biasa (terutama di Bali, Botabek, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan
Barat dan Jawa Barat). Awalnya kematian tersebut disebabkan oleh karena virus
new castle, namun konfirmasi terakhir oleh Departemen Pertanian disebabkan oleh
virus flu burung (Avian influenza (AI). Jumlah unggas yang mati akibat wabah
penyakit flu burung di 10 propinsi di Indonesia sangat besar yaitu 3.842.275
ekor (4,77%) dan yang paling tinggi jumlah kematiannya adalah propinsi Jawa
Barat (1.541.427 ekor). Berdasarkan data KEMENKES RI, jumlah
kasus Flu Burung di Indonesia sejak tahun 2005 sampai dengan Juni 2010 adalah
166 kasus dengan 137 kematian.
2.4 PATOFISIOLOGI
Virus influenza merupakan virus RNA termasuk dalam
famili Orthomyxoviridae. Asam nukleat virus
ini beruntai tunggal, terdiri dari 8 segmen gen yang mengkode sekitar 11 jenis
protein. Virus influenza mempunyai selubung/simpai yang terdiri dari kompleks
protein dan karbohidrat. Virus ini mempunyai tonjolan (spikes) yang digunakan
untuk menempel pada reseptor yang spesifik pada sel-sel hospesnya pada saat
menginfeksi sel. Terdapat 2 jenis spikes yaitu yang mengandung hemaglutinin
(HA) dan yang mengandung neuraminidase (NA), yang terletak dibagian terluar
dari virion. Virus influenza mempunyai 4 jenis antigen yang terdiri dari (i)
protein nukleokapsid (NP) (ii). Hemaglutinin (HA), (iii). Neuraminidase (NA), dan protein matriks (MP). Berdasarkan jenis antigen NP dan MP,
virus influenza digolongkan dalam virus influenza A, B, dan C. Virus Influenza
A sangat penting dalam bidang kesehatan karena sangat patogen baik bagi
manusia, dan binatang, yang menyebabkan angka kesakitan dan kematian yang
tinggi, di seluruh dunia. Virus influenza A ini dapat menyebabkan pandemi
karena mudahnya mereka bermutasi, baik berupa antigenic drift ataupun antigenic
shift sehingga membentuk varian-varian baru yang lebih patotegen.
Di dalam virus influenza tipe A dapat terjadi
perubahan besar pada komposisi antigeniknya yang disebut antigenic shift atau
terjadi perubahan kecil komposisi antigenik yang disebut antigenic drift.
Perubahan – perubahan inilah yang bisa menyebabkan epidemi atau bahkan pandemi.
). Virus influenza B adalah jenis virus yang hanya menyerang manusia, sedangkan
virus influenza C, jarang ditemukan walaupun dapat menyebabkan infeksi pada
manusia dan binatang. Jenis virus influenza B dan C jarang sekali atau tidak
menyebabkan wabah pandemis. Terdapat 15 jenis subtipe HA dan 9 jenis subtipe
NA. Dari berbagai penelitan seroprevalensi secara epidemiologis menunjukkan
bahwa beberapa subtipe virus influenza A telah menyebabkan wabah pandemi antara
lain H7N7 (1977), H3N2 (1968), H2N2 (1957), H1N1 (1918), H3N8 (1900), dan H2N2
(1889). Infeksi virus H5N1 dimulai ketika virus memasuki sel hospes setelah
terjadi penempelan spikes virion dengan reseptor spesifik yang ada di permukaan
sel hospesnya.
Virion akan menyusup ke sitoplasma sel dan akan
mengintegrasikan materi genetiknya di dalam inti sel hospesnya, dan dengan
menggunakan mesin genetik dari sel hospesnya, virus dapat bereplikasi membentuk
virion-virion baru, dan virion-virion ini dapat menginfeksi kembali sel-sel
disekitarnya. Dari beberapa hasil pemeriksaan terhadap spesimen klinik yang
diambil dari penderita ternyata avian influenza H5N1 dapat bereplikasi di dalam
sel nasofaring dan di dalam sel gastrointestinal .Virus H5N1 juga dapat
dideteksi di dalam darah, cairan serebrospinal, dan tinja pasien (WHO,2005).
Fase penempelan (attachment) adalah fase yang paling
menentukan apakah virus bisa masuk atau tidak ke dalam sel hospesnya untuk
melanjutkan replikasinya. Virus influenza A melalui spikes hemaglutinin (HA)
akan berikatan dengan reseptor yang mengandung sialic acid (SA) yang ada pada
permukaan sel hospesnya. Ada perbedaan penting antara molekul reseptor yang ada pada manusia dengan
reseptor yang ada pada unggas atau binatang. Pada virus flu burung, mereka
dapat mengenali dan terikat pada reseptor yang hanya terdapat pada jenis unggas
yang terdiri dari oligosakharida mengandung N-acethylneuraminic acid dimana molekul ini berbeda dengan reseptor yang ada pada manusia.
Reseptor yang ada pada permukaan sel manusia adalah (SA -2,6-Gal), sehingga secara teoritis virus flu burung tidak bisa
menginfeksi manusia karena perbedaan reseptor spesifiknya. Namun demikian,
dengan perubahan hanya 1 asam amino saja konfigurasi reseptor tersebut dapat
dirubah sehingga reseptor pada manusia dikenali oleh HPAI-H5N1. Potensi virus
H5N1 untuk melakukan mutasi inilah yang dikhawatirkan sehingga virus dapat
membuat varian-varian baru dari HPAI-H5N1 yang dapat menular antar manusia ke manusia. Flu burung dapat menular melalui udara yang tercemar virus
H5N1 yang berasal dari kotoran unggas yang sakit. Penularan juga bisa terjadi
melalui air minum dan pasokan makanan yang telah terkontaminasi oleh kotoran
yang terinfeksi flu burung. Di peternakan unggas, penularan dapat terjadi secara mekanis melalui peralatan, kandang, pakaian
ataupun sepatu yang telah terpapar pada virus flu burung (H5N1) juga pekerja
peternakan itu sendiri.
Jalur penularan antar unggas di peternakan, secara
berurutan dari yang kurang berisiko sampai yang paling berisiko adalah melalui
pergerakan unggas yang terinfeksi ,kontak langsung selama perjalanan unggas ke
tempat pemotongan ,lingkungan sekitar (tetangga) dalam radius 1 km, kereta/lori
yang ,digunakan untuk mengangkut makanan, minuman unggas dan lain-lain ,kontak
tidak langsung saat pertukaran pekerja dan alat-alat. Penularan virus flu burung dari unggas ke manusia dapat terjadi ketika
manusia kontak dengan kotoran unggas yang terinfeksi flu burung, atau dengan
permukaan atau benda-benda yang terkontaminasi oleh kotoran unggas sakit yang
mengandung virus H5N1. Orang yang berisiko tinggi tertular flu burung adalah
pekerja di peternakan ayam ,pemotong ayam ,orang yang kontak dengan unggas
hidup yang sakit atau terinfeksi flu burung orang yang menyentuh produk unggas
yang terinfeksi flu burung ,populasi dalam radius 1 km dari lokasi terjadinya
kematian unggas akibat flu burung. Pada dasarnya sampai saat ini, H5N1 tidak
mudah untuk menginfeksi manusia dan apabila seseorang terinfeksi, akan sulit
virus itu menulari orang lain. Pada kenyataannya, penularan manusia ke manusia,
terbatas, tidak efisien dan tidak berkelanjutan. Penyakit dimulai dari infeksi virus pada sel epitel saluran napas. Virus
ini kemudian bereplikasi sangat cepat hingga menyebabkan lisis sel epitel &
terjadi deskuamasi lapisan epitel saluran napas.Pada tahap infeksi awal,
respons imun innate akan menghambat replikasi virus. Apabila kemudian terjadi
re-eksposure, respons imun adaptif yang bersifat antigen spesific mengembangkan
memori imunologis yang akan memberikan respons yang lebih cepat. Replikasi
virus akan merangsang pembentukan proinflammatory cytokine termasuk IL-1, IL-6
dan TNF-Alfa yang kemudian masuk ke sirkulasi sistemik & pada gilirannya menyebabkan
gejala sistemik seperti demam, malaise, myalgia dll.
Pada umumnya influenza merupakan penyakit yang self
limiting & virus terbatas pada saluran napas. Pada keadaan tertentu seperti
kondisi sistem imun yang menurun virus dapat lolos masuk sirkulasi darah &
ke organ tubuh lain. Bila strain/subtipe virus baru yang menginfeksi maka
situasi akan berbeda. Imunitas
terhadap virus subtipe baru yang sama sekali belum terbentuk dapat menyebabkan
keadaan klinis yang lebih berat. Sistem imunitas belum memiliki immunological
memory terhadap virus baru. Apalagi bila virus subtipe baru ini memiliki
tingkat virulensi atau patogenisitas yang sangat tinggi seperti virus H5N1.
Tipe virus yang berbeda akan menyebabkan respons imun & gejala klinis yang
mungkin berbeda.
Diketahui bahwa pada infeksi oleh virus influenza A
H5N1 terjadi pembentukan sitokin yang
berlebihan (cytokine storm) untuk menekan replikasi virus, tetapi justru hal
ini yang menyebabkan kerusakan jaringan paru yang luas & berat. Terjadi
pneumonia virus berupa pneumonitis intertitial.
Proses berlanjut dengan terjadinya
eksudasi & edema intraalveolar, mobilisasi sel sel radang dan juga
eritrosit dari kapiler sekitar, pembentukan membran hyalin dan juga fibroblast.
Sel radang akan memproduksi banyak sel mediator peradangan. Secara klinis
keadaan ini dikenal dengan ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome). Difusi
oksigen terganggu, terjadi hipoksia/anoksia yang dapat merusak organ lain.
Proses ini biasanya terjadi secara cepat & penderita dapat meninggal dalam
waktu singkat karena proses yang ireversibel.
2.5 KLASIFIKASI
2.5 KLASIFIKASI
Penderita Konfirm H5N1 dapat dibagi
dalam 4 kategori sesuai beratnya penyakit
Derajat I : Penderita tanpa pneumonia.
Derajat II : Penderita dengan pneumonia derajat sedang dan tanpa gagal nafas
Derajat III : Penderita dengan Pneumonia Berat dan dengan Gagal Nafas
Derajat IV : Pasien dengan Pneumonia Berat dan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) atau dengan Multiple Organ Failure (MOF).
Derajat I : Penderita tanpa pneumonia.
Derajat II : Penderita dengan pneumonia derajat sedang dan tanpa gagal nafas
Derajat III : Penderita dengan Pneumonia Berat dan dengan Gagal Nafas
Derajat IV : Pasien dengan Pneumonia Berat dan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) atau dengan Multiple Organ Failure (MOF).
2.6 TANDA DAN GEJALA
A. Gejala pada unggas.
-
Jengger berwarna biru
- Borok dikaki
- Kematian mendadak
B. Gejala pada manusia.
- Kematian mendadak
B. Gejala pada manusia.
- Demam (suhu badan diatas 38oC)
- Batuk dan nyeri tenggorokan
- Batuk dan nyeri tenggorokan
- Radang saluran pernapasan atas
- Pneumonia
- Infeksi mata
- Nyeri otot
- Pneumonia
- Infeksi mata
- Nyeri otot
Manifestasi
klinis avian influenza pada manusia terutama terjadi di system respiratorik
mulai dari yang ringan sampai yang berat. Manifestasi klinis avian influenza
secara umum sam dengan gejala ILI (influenza like illness), yaitu batuk, pilek,
dan demam. Gejala lain berupa sefalgia, nyeri tenggorokan, mialgia, dan
malaise.
Adapun
keluhan gastrointestinal berupa diare dan keluhan lain berupa konjungtivitis.
Spektrum klinis bisa sangat bervariasi, mulai dari asimtomatik, flu ringan
hingga berat, pneumonia, dan banyak yang berakhir dengan ARDS (acute
respiratory distress syndrome). kelainan laboratorium hematologi yang hampir
selalu dijumpai adalah lekopenia, limfopenia dan trombositopenia. Kelainan foto
thoraks bisa berupa infiltrate bilateral luas infiltrate difus, multilokal atau tersebar (pathcy) atau terdapat kolaps lobar.
2.7 PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Setiap pasien yang datang dengan gejala klinis seperti di atas dianjurkan untuk sesegera mungkin dilakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan darah rutin (Hb, Leukosit, Trombosit,Hitung Jenis Leukosit), spesimen serum, aspirasi nasofaringeal.
1. Pemeriksaan laboratorium
Setiap pasien yang datang dengan gejala klinis seperti di atas dianjurkan untuk sesegera mungkin dilakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan darah rutin (Hb, Leukosit, Trombosit,Hitung Jenis Leukosit), spesimen serum, aspirasi nasofaringeal.
Diagnosis flu burung dibuktikan dengan
:
• Uji RT-PCR (Reverse Transcription Polymerase Chain
Reaction) untuk H5.
• Biakan dan identifikasi virus Influenza Asubtipe H5N1.
• Biakan dan identifikasi virus Influenza Asubtipe H5N1.
• Uji Serologi
A. Peningkatan
>4 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1 dari spesimen konvalesen
dibandingkan dengan spesimen akut ( diambil <7 hari setelah awitan gejala
penyakit), dan titer antibodi netralisasi
konvalesen harus pula > 1/80.
B. Titer
antibodi mikronetralisasi H5N1 >1/80 pada spesimen serum yang diambil pada
hari ke >14 setelah awitan (onset penyakit) disertai hasil positif uji
serologi lain, misalnya titer HI sel darah merah kuda >1/160 atau western
blot spesifik H5 positif.
C. Uji
penapisan
• Rapid test untuk mendeteksi
Influensa A.
• ELISA untuk mendeteksi H5N1.
• ELISA untuk mendeteksi H5N1.
2. Pemeriksaan Hematologi
Hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, limfosit total. Umumnya ditemukan leukopeni, limpositopeni dan trombositopeni.
Hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, limfosit total. Umumnya ditemukan leukopeni, limpositopeni dan trombositopeni.
3. Pemeriksaan Kimia darah
Albumin, Globulin, SGOT, SGPT, Ureum, Kreatinin, Kreatin Kinase, Analisis Gas Darah. Umumnya dijumpai penurunan albumin, peningkatan SGOT dan SGPT, peningkatan ureum dan kreatinin, peningkatan Kreatin Kinase, Analisis Gas Darah dapat normal atau abnormal. Kelainan laboratorium sesuai dengan perjalanan penyakit dan komplikasi yang ditemukan.
Albumin, Globulin, SGOT, SGPT, Ureum, Kreatinin, Kreatin Kinase, Analisis Gas Darah. Umumnya dijumpai penurunan albumin, peningkatan SGOT dan SGPT, peningkatan ureum dan kreatinin, peningkatan Kreatin Kinase, Analisis Gas Darah dapat normal atau abnormal. Kelainan laboratorium sesuai dengan perjalanan penyakit dan komplikasi yang ditemukan.
4. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan
foto toraks PA dan Lateral harus dilakukan pada setiap tersangka flu burung.
Gambaran infiltrat di paru menunjukkan bahwa kasus ini adalah pneumonia.
Pemeriksaan lain yang dianjurkan adalah pemeriksaan CT Scan untuk kasus dengan
gejala klinik flu burung tetapi hasil foto toraks normal sebagai langkah
diagnostik dini.
5. Pemeriksaan Post Mortem
Pada pasien yang meninggal sebelum diagnosis flu burung tertegakkan, dianjurkan untuk mengambil sediaan postmortem dengan jalan biopsi pada mayat (necropsi), specimen dikirim untuk pemeriksaan patologi anatomi dan PCR.
2.8 PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan avian
influenza adalah istirahat, peningkataan daya tahan tubuh, pengobatan
antiviral, pengobatan antibiotic, perawatan respirasi, anti inflamasi,
imunomodulators.
Untuk penatalaksanaan umum dapat dilakukan pelayanan di fasilitas kesehatan non rujukan dan di rumah sakit rujukan flu burung.
Untuk penatalaksanaan umum dapat dilakukan pelayanan di fasilitas kesehatan non rujukan dan di rumah sakit rujukan flu burung.
1. Untuk pelayanan di fasilitas kesehatan non rujukan flu burung
diantaranya:
• Pasien
suspek flu burung langsung diberikan Oseltamivir 2 x 75 mg (jika anak, sesuai
dengan berat badan) lalu dirujuk ke RS rujukan flu burung.
• Untuk puskesmas yang terpencil
pasien diberi pengobatan oseltamivir sesuai skoring di bawah ini, sementara
pada puskesmas yang tidak terpencil pasien langsung dirujuk ke RS rujukan.
Kriteria pemberian oseltamivir dengan sistem skoring, dimodifikasi dari hasil
pertemuan workshop “Case Management” & pengembangan laboratorium regional
Avian Influenza.
2. Pelayanan
di Rumah Sakit Rujukan Pasien Suspek H5N1, probabel, dan konfirmasi dirawat diruang
isolasi.
• Petugas
triase memakai APD, kemudian segera mengirim pasien ke ruang pemeriksaan.
• Petugas yang masuk ke ruang
pemeriksaan tetap mengunakan APD dan melakukan kewaspadaan standar.
• Melakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik.
• Setelah pemeriksaan awal,
pemeriksaan rutin (hematologi dan kimia) diulang setiap hari sedangkan HI diulang pada hari kelima dan pada waktu pasien pulang.
• Pemeriksaan PCR dilakukan pada
hari pertama, kedua, dan ketiga perawatan.
• Pemeriksaan serologi dilakukan
pada hari pertama dan diulang setiap lima hari.
• Penatalaksaan di ruang rawat inap Klinis.
1.
Perhatikan :
- Keadaan umum
- Kesadaran
- Tanda vital (tekanan darah, nadi,
frekuensi napas, suhu
- Bila fasilitas tersedia, pantau saturasi
oksigen dengan alat pulse oxymetry.
2. Terapi suportif : terapi oksigen, terapi cairan, dll.
Mengenai antiviral maka antiviral sebaiknya
diberikan pada awal infeksi yakni pada 48 jam pertama. Adapun pilihan obat :
A.
Penghambat M2 : a. Amantadin
(symadine), b. Rimantidin (flu madine). Dengan dosis 2x/hari 100mg atau
5mg/kgBB selama 3-5 hari.
B.
Penghambatan neuramidase (WHO) : a.
Zanamivir (relenza), b. Oseltamivir (tami flu). Dengan dosis 2x75 mg selama 1
minggu.
Departemen Kesehatan RI dalam
pedomannya memberikan petunjuk sebagai berikut :
1. Pada kasus
suspek flu burung diberikan Oseltamivir 2x75 mg 5 hari, simptomatik dan antibiotik jika ada
indikasi.
2. Pada kasus
probable flu burung diberikan Oseltamivir 2x75 mg selama 5 hari, antibiotic
spectrum luas yang mencakup kuman tipik dan atipikal, dan steroid jika perlu
seperti pada kasus pneumonia berat, ARDS. Respiratory care di ICU sesuai
indikasi. Sebagai profilaksis, bagi mereka yang beresiko tinggi, digunakan
Oseltamivir dengan dosis 75 mg sekali sehari selama lebih dari 7 hari ( hingga 6 minggu).
2.9
PENCEGAHAN
Pengendalian adalah aspek yang sangat penting dalam pencegahan transmisi walaupun belum ada bukti sahih adanya penularan dari manusia ke manusia yang berkelanjutan. Pencegahan transmisi dilakukan dengan melakukan perawatan isolasi dan perawatan pengendalian infeksi secara ketat menggunakan alat perlindungan personal dan metode kewaspadaan isolasi yang baik. Selain kewaspadaan standar (cuci tangan, sarung tangan, penggunaan bahan dekontaminan/desinfektan) perlu dilakukan pula kewaspadaan berdasar transmisi sesuai cara penularan (kontak, droplet & airborne). Penanganan limbah juga bagian yang sangat penting untuk pencegahan penularan. Adapun pencegahannya baik pada hewan ataupun pada manusia.
Pengendalian adalah aspek yang sangat penting dalam pencegahan transmisi walaupun belum ada bukti sahih adanya penularan dari manusia ke manusia yang berkelanjutan. Pencegahan transmisi dilakukan dengan melakukan perawatan isolasi dan perawatan pengendalian infeksi secara ketat menggunakan alat perlindungan personal dan metode kewaspadaan isolasi yang baik. Selain kewaspadaan standar (cuci tangan, sarung tangan, penggunaan bahan dekontaminan/desinfektan) perlu dilakukan pula kewaspadaan berdasar transmisi sesuai cara penularan (kontak, droplet & airborne). Penanganan limbah juga bagian yang sangat penting untuk pencegahan penularan. Adapun pencegahannya baik pada hewan ataupun pada manusia.
A. ada Unggas
1. Pemusnahan unggas/burung yang terinfeksi flu burung
1. Pemusnahan unggas/burung yang terinfeksi flu burung
2. Vaksinasi pada unggas yang sehat
B. Pada Manusia :
1. Kelompok berisiko tinggi ( pekerja peternakan dan pedagang)
1. Kelompok berisiko tinggi ( pekerja peternakan dan pedagang)
a. Mencuci tangan dengan desinfektan dan
mandi sehabis bekerja.
b. Hindari kontak langsung dengan ayam atau unggas yang terinsfeksi flu burung.
c. Menggunakan alat pelindung diri. (contoh : masker dan pakaian kerja).
b. Hindari kontak langsung dengan ayam atau unggas yang terinsfeksi flu burung.
c. Menggunakan alat pelindung diri. (contoh : masker dan pakaian kerja).
d. Meninggalkan pakaian kerja ditempat kerja.
e. Membersihkan kotoran unggas setiap hari.
2. Masyarakat umum
a. Menjaga daya tahan tubuh dengan memakan makanan bergizi & istirahat cukup.
b. Mengolah unggas dengan cara yang benar, yaitu :
a. Menjaga daya tahan tubuh dengan memakan makanan bergizi & istirahat cukup.
b. Mengolah unggas dengan cara yang benar, yaitu :
- Pilih unggas yang sehat (tidak
terdapat gejala-gejala penyakit pada tubuhnya)
- Memasak daging ayam sampai dengan suhu ± 800C selama 1 menit dan pada telur sampai dengan suhu ± 640C selama 4-5 menit.
- Memasak daging ayam sampai dengan suhu ± 800C selama 1 menit dan pada telur sampai dengan suhu ± 640C selama 4-5 menit.
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Penyakit flu burung
atau flu unggas (Bird Flu, Avian influenza) adalah suatu penyakit menular yang
disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas. Penyakit flu
burung yang disebabkan oleh virus avian infuenza jenis H5N. Flu Burung
merupakan penyakit yang berbahaya karena dapat membunuh seluruh ternak unggas
di areal usaha peternakan. Flu Burung merupakan penyakit yang berbahaya karena
dapat menyebar dengan cepat ke areal peternakan lain dan di seluruh tanah air.
Flu Burung berbahaya karena banyak jenis Flu Burung dapat menyebabkan manusia sakit dan meninggal
3.2 SARAN
Saran yang dapat kami sampaikan kepada
pembaca,sebaiknya pembaca harus mengetahui gejala-gejala dari avian influenza,
ini penting kerena gejala avian influeza sangat mirip dengan influenza biasa,
dan apabila menemukan gejala-gejala seperti yang dimaksud sebaiknya melaporkan
kepada petugas kesehatan,baik gejala pada unggas maupun pada manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Emedicine, (2009). http://id.shvoong.com/medicine-and-health/2004014-manajemen- klinis- kasus-flu-burung/#ixzz1RzrYHgri. di diakses pada 17 juni 2013.
Anonim, 2005, Artikel Tentang Flu Burung,
www.who.go.int .di akses pada 17 juni 2013.
Akoso, Budi Tri. 2006. Waspada
Flu Burung. Penerbit Kanisius : Yogyakarta.di akses pada 17 juni 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar