WELCOME TO MY BLOG's

Senin, 09 Desember 2013

Makalah Avian influenza



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang    
Avian influenza pertama kali ditemukan menyerang di itali sekitar 100 tahun yang lalu. Wabah virus ini menyerang manusia pertama kali di Hongkong pada tahun 1997 dengan 18 korban dan 6 diantaranya meninggal. Sejarah dunia telah mencatat tiga pandemi besar yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. Pandemi pertama terjadi pada tahun 1918 berupa flu spanyol yang disebabkan oleh subtipe H1N1 dan memakan korban meninggal 40 juta orang. Pandemi ini sebagian besar terjadi di eropa dan amerika serikat. Pandemi kedua terjadi pada tahun 1918 berupa flu asia yang disebabkan oleh H2N2 dengan korban 4 juta jiwa. Pandemi terakhir pada tahun 1968 berupa flu hongkong yang disebabkan oleh H3N2 dengan korban 1 juta jiwa.
Sampai bulan juni 2007 sebanyak 313 orang diseluruh dunia telah terjangkit virus AI dengan 191 diantaranya meninggal dunia. Kasus penyakit ini meningkat cepat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2003 tercatat terdapat 4 kasus, kemudian berkembang menjadi 46 kasus (2004), 97 kasus (2005), 116 kasus (2006), dan pada tahun 2007 pertanggal 15 juni sudah dilaporkan terjadi 50 kasus dengan angka kematian 60%. Negara yang terjangkit sebagian besar adalah negara-negara di asia (thailand, vietnam, kamboja, china, dan indonesia), tetapi saat ini telah menyebar ke irak dan turki.
Kasus Alvian influenza di Indonesia bermula dari ditemukannya kasus pada unggas di pekalongan, jawa tengah pada bulan agustus 2003. Menghadapi penyakit yang semakin merebak, pemerintah memutuskan untuk mrengimpor vaksin dalam jumlah terbatas dan dilakukan vaksinasi pada sejumlah unggas. Pada januari 2004, ketua I persatuan dewan hewan indonesia (PDHI), C.A. Nidom, mengumumkan bahwa identifikasi DNA dengan sampel 100 ayam yang diambil dari daerah wabah menunjukkan positif telah terjangkit flu burung. Pada april 2004, dirjen bina produksi peternakan mengidentifikasi masuknya virus flu burung di indonesia, yakni penyelundupan vaksin flu burung, penyelundupan unggas, dan migrasi burung.
Sampai akhirnya, pada akhir februari 2005 ribuan unggas, ayam, dan burung di lima kabupaten dan kota di jawa barat mati karena flu burung. Untuk pertama kalinya, kasus flu burung pada manusia di indonesia ditemukan pada bulan juli 2005. Kemudian, pemerintah menetapkan flu burung sebagai kejadian luar biasa (KLB) nasional mengingat banyaknya korban, baik unggas maupun manusia yang terjangkit virus flu burug. Sampai dengan september 2008 penyebaran flu burung pada manusia di Indonesia yang telah dikonfirmasi oleh Komnas Flu Burung Indonesia telah menyebar di 12 provinsi, yakni Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, Sumatera Utara, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Barat, Lampung, Sulawesi selatan, Sumatera Selatan, Riau, dan Bali dengan jumlah kasus mencapai 137 dan 112 diantaranya meninggal dunia. jumlah kasus tterbanyak Jawa Barat dengan jumlah kasus 33 jiwa dan kasus meningggal 27 jiwa. sedangkan untuk daerah Tanggerang Banten memduduki peringkat terbanyak dengan jumlah kasus 25 jiwa dan meninggal 25 jiwa. Tanggerang merupakan salah satu daerah dengan kasus penularan Avian Influenza cukup tinggi. hingga saat ini Dinas Kesehatan Kabupaten Tanggerang Banten telah menetapkan 10 kecamatannya sebagai daerah epidemis atau wilayah penyebab dan penularan virus flu burung. Wabah flu burung sangat merugikan masyarakat, selain dari segi kesehatan terutama dalam bidang ekonomi. Hal ini disebabkan karena wabah flu burung membuat orang menjadi takut mengonsumsi daging ayam serta takut berpergian di daerah yang dinyatakan positif endemi flu burung, sehingga secara tidak langsung melumpuhkan sektor peternakan dan pariwisata di negara tersebut1. padahal jika dilihat dari data FAO pada tahun 2003 Asia tenggara termasuk Indonesia merupakan tempat peternakan unggas terbesar kedua terbesar didunia, sehingga bisa dibayangkan berapa banyak kerugian yang akan diderita apabila sektor peternakan unggas ini lumpuh.
1.2  Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam karya tulis ini adalah:
1.      Apa pengertian penyakit flu burung?
2.      Bagaimana cara penularan penyakit flu burung?
3.      Bagaimana gejala penyakit flu burung?            
4.      Bagaimana cara mencegah penyakit flu burung?
5.      Bagaimana cara pengobatan flu burung?


 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN

        Penyakit flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian influenza) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas. Penyakit flu burung yang disebabkan oleh virus avian infuenza jenis H5N. Flu Burung merupakan penyakit yang berbahaya karena dapat membunuh seluruh ternak unggas di areal usaha peternakan. Flu Burung merupakan penyakit yang berbahaya karena dapat menyebar dengan cepat ke areal peternakan lain dan di seluruh tanah air. Flu Burung berbahaya karena banyak jenis Flu Burung dapat menyebabkan manusia sakit dan meninggal.

2.2 ETIOLOGI
        Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A. Virus influenza termasuk famili Orthomyxoviridae. Virus influenza tipe A dapat berubah-ubah bentuk (Drift, Shift), dan dapat menyebabkan epidemi dan pandemi. Virus influenza tipe A terdiri dari Hemaglutinin (H) dan Neuramidase (N), kedua huruf ini digunakan sebagai identifikasi kode subtipe flu burung yang banyak jenisnya. Pada manusia hanya terdapat jenis H1N1, H2N2, H3N3, H5N1, H9N2, H1N2, H7N7. Sedangkan pada binatang H1-H5 dan N1-N9. Strain yang sangat virulen/ganas dan menyebabkan flu burung adalah dari subtipe A H5N1. Virus tersebut dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 220 C dan lebih dari 30 hari pada 00 C. Virus akan mati pada pemanasan 600 C selama 30 menit atau 560 C selama 3 jam dan dengan detergent, desinfektan misalnya formalin, serta cairan yang mengandung iodine.

2.3 EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia pada bulan Januari 2004 di laporkan adanya kasus kematian ayam ternak yang luar biasa (terutama di Bali, Botabek, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat dan Jawa Barat). Awalnya kematian tersebut disebabkan oleh karena virus new castle, namun konfirmasi terakhir oleh Departemen Pertanian disebabkan oleh virus flu burung (Avian influenza (AI). Jumlah unggas yang mati akibat wabah penyakit flu burung di 10 propinsi di Indonesia sangat besar yaitu 3.842.275 ekor (4,77%) dan yang paling tinggi jumlah kematiannya adalah propinsi Jawa Barat (1.541.427 ekor). Berdasarkan data KEMENKES RI, jumlah kasus Flu Burung di Indonesia sejak tahun 2005 sampai dengan Juni 2010 adalah 166 kasus dengan 137  kematian.
     
2.4 PATOFISIOLOGI
Virus influenza merupakan virus RNA termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Asam nukleat virus ini beruntai tunggal, terdiri dari 8 segmen gen yang mengkode sekitar 11 jenis protein. Virus influenza mempunyai selubung/simpai yang terdiri dari kompleks protein dan karbohidrat. Virus ini mempunyai tonjolan (spikes) yang digunakan untuk menempel pada reseptor yang spesifik pada sel-sel hospesnya pada saat menginfeksi sel. Terdapat 2 jenis spikes yaitu yang mengandung hemaglutinin (HA) dan yang mengandung neuraminidase (NA), yang terletak dibagian terluar dari virion. Virus influenza mempunyai 4 jenis antigen yang terdiri dari (i) protein nukleokapsid (NP) (ii). Hemaglutinin (HA), (iii). Neuraminidase (NA), dan protein matriks (MP). Berdasarkan jenis antigen NP dan MP, virus influenza digolongkan dalam virus influenza A, B, dan C. Virus Influenza A sangat penting dalam bidang kesehatan karena sangat patogen baik bagi manusia, dan binatang, yang menyebabkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi, di seluruh dunia. Virus influenza A ini dapat menyebabkan pandemi karena mudahnya mereka bermutasi, baik berupa antigenic drift ataupun antigenic shift sehingga membentuk varian-varian baru yang lebih patotegen.
Di dalam virus influenza tipe A dapat terjadi perubahan besar pada komposisi antigeniknya yang disebut antigenic shift atau terjadi perubahan kecil komposisi antigenik yang disebut antigenic drift. Perubahan – perubahan inilah yang bisa menyebabkan epidemi atau bahkan pandemi. ). Virus influenza B adalah jenis virus yang hanya menyerang manusia, sedangkan virus influenza C, jarang ditemukan walaupun dapat menyebabkan infeksi pada manusia dan binatang. Jenis virus influenza B dan C jarang sekali atau tidak menyebabkan wabah pandemis. Terdapat 15 jenis subtipe HA dan 9 jenis subtipe NA. Dari berbagai penelitan seroprevalensi secara epidemiologis menunjukkan bahwa beberapa subtipe virus influenza A telah menyebabkan wabah pandemi antara lain H7N7 (1977), H3N2 (1968), H2N2 (1957), H1N1 (1918), H3N8 (1900), dan H2N2 (1889). Infeksi virus H5N1 dimulai ketika virus memasuki sel hospes setelah terjadi penempelan spikes virion dengan reseptor spesifik yang ada di permukaan sel hospesnya.
Virion akan menyusup ke sitoplasma sel dan akan mengintegrasikan materi genetiknya di dalam inti sel hospesnya, dan dengan menggunakan mesin genetik dari sel hospesnya, virus dapat bereplikasi membentuk virion-virion baru, dan virion-virion ini dapat menginfeksi kembali sel-sel disekitarnya. Dari beberapa hasil pemeriksaan terhadap spesimen klinik yang diambil dari penderita ternyata avian influenza H5N1 dapat bereplikasi di dalam sel nasofaring dan di dalam sel gastrointestinal .Virus H5N1 juga dapat dideteksi di dalam darah, cairan serebrospinal, dan tinja pasien (WHO,2005).
Fase penempelan (attachment) adalah fase yang paling menentukan apakah virus bisa masuk atau tidak ke dalam sel hospesnya untuk melanjutkan replikasinya. Virus influenza A melalui spikes hemaglutinin (HA) akan berikatan dengan reseptor yang mengandung sialic acid (SA) yang ada pada permukaan sel hospesnya. Ada perbedaan penting antara molekul reseptor yang ada pada manusia dengan reseptor yang ada pada unggas atau binatang. Pada virus flu burung, mereka dapat mengenali dan terikat pada reseptor yang hanya terdapat pada jenis unggas yang terdiri dari oligosakharida mengandung N-acethylneuraminic acid dimana molekul ini berbeda dengan reseptor yang ada pada manusia.

Reseptor yang ada pada permukaan sel manusia adalah (SA -2,6-Gal), sehingga secara teoritis virus flu burung tidak bisa menginfeksi manusia karena perbedaan reseptor spesifiknya. Namun demikian, dengan perubahan hanya 1 asam amino saja konfigurasi reseptor tersebut dapat dirubah sehingga reseptor pada manusia dikenali oleh HPAI-H5N1. Potensi virus H5N1 untuk melakukan mutasi inilah yang dikhawatirkan sehingga virus dapat membuat varian-varian baru dari HPAI-H5N1 yang dapat menular antar manusia ke manusia. Flu burung dapat menular melalui udara yang tercemar virus H5N1 yang berasal dari kotoran unggas yang sakit. Penularan juga bisa terjadi melalui air minum dan pasokan makanan yang telah terkontaminasi oleh kotoran yang terinfeksi flu burung. Di peternakan unggas, penularan dapat terjadi secara mekanis melalui peralatan, kandang, pakaian ataupun sepatu yang telah terpapar pada virus flu burung (H5N1) juga pekerja peternakan itu sendiri.

Jalur penularan antar unggas di peternakan, secara berurutan dari yang kurang berisiko sampai yang paling berisiko adalah melalui pergerakan unggas yang terinfeksi ,kontak langsung selama perjalanan unggas ke tempat pemotongan ,lingkungan sekitar (tetangga) dalam radius 1 km, kereta/lori yang ,digunakan untuk mengangkut makanan, minuman unggas dan lain-lain ,kontak tidak langsung saat pertukaran pekerja dan alat-alat. Penularan virus flu burung dari unggas ke manusia dapat terjadi ketika manusia kontak dengan kotoran unggas yang terinfeksi flu burung, atau dengan permukaan atau benda-benda yang terkontaminasi oleh kotoran unggas sakit yang mengandung virus H5N1. Orang yang berisiko tinggi tertular flu burung adalah pekerja di peternakan ayam ,pemotong ayam ,orang yang kontak dengan unggas hidup yang sakit atau terinfeksi flu burung orang yang menyentuh produk unggas yang terinfeksi flu burung ,populasi dalam radius 1 km dari lokasi terjadinya kematian unggas akibat flu burung. Pada dasarnya sampai saat ini, H5N1 tidak mudah untuk menginfeksi manusia dan apabila seseorang terinfeksi, akan sulit virus itu menulari orang lain. Pada kenyataannya, penularan manusia ke manusia, terbatas, tidak efisien dan tidak berkelanjutan. Penyakit dimulai dari infeksi virus pada sel epitel saluran napas. Virus ini kemudian bereplikasi sangat cepat hingga menyebabkan lisis sel epitel & terjadi deskuamasi lapisan epitel saluran napas.Pada tahap infeksi awal, respons imun innate akan menghambat replikasi virus. Apabila kemudian terjadi re-eksposure, respons imun adaptif yang bersifat antigen spesific mengembangkan memori imunologis yang akan memberikan respons yang lebih cepat. Replikasi virus akan merangsang pembentukan proinflammatory cytokine termasuk IL-1, IL-6 dan TNF-Alfa yang kemudian masuk ke sirkulasi sistemik & pada gilirannya menyebabkan gejala sistemik seperti demam, malaise, myalgia dll.
Pada umumnya influenza merupakan penyakit yang self limiting & virus terbatas pada saluran napas. Pada keadaan tertentu seperti kondisi sistem imun yang menurun virus dapat lolos masuk sirkulasi darah & ke organ tubuh lain. Bila strain/subtipe virus baru yang menginfeksi maka situasi akan berbeda. Imunitas terhadap virus subtipe baru yang sama sekali belum terbentuk dapat menyebabkan keadaan klinis yang lebih berat. Sistem imunitas belum memiliki immunological memory terhadap virus baru. Apalagi bila virus subtipe baru ini memiliki tingkat virulensi atau patogenisitas yang sangat tinggi seperti virus H5N1. Tipe virus yang berbeda akan menyebabkan respons imun & gejala klinis yang mungkin berbeda.
Diketahui bahwa pada infeksi oleh virus influenza A H5N1 terjadi pembentukan sitokin yang berlebihan (cytokine storm) untuk menekan replikasi virus, tetapi justru hal ini yang menyebabkan kerusakan jaringan paru yang luas & berat. Terjadi pneumonia virus berupa pneumonitis intertitial.
Proses berlanjut dengan terjadinya eksudasi & edema intraalveolar, mobilisasi sel sel radang dan juga eritrosit dari kapiler sekitar, pembentukan membran hyalin dan juga fibroblast. Sel radang akan memproduksi banyak sel mediator peradangan. Secara klinis keadaan ini dikenal dengan ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome). Difusi oksigen terganggu, terjadi hipoksia/anoksia yang dapat merusak organ lain. Proses ini biasanya terjadi secara cepat & penderita dapat meninggal dalam waktu singkat karena proses yang ireversibel.

2.5 KLASIFIKASI
Penderita Konfirm H5N1 dapat dibagi dalam 4 kategori sesuai beratnya penyakit
 Derajat I : Penderita tanpa pneumonia.  
 Derajat II :           Penderita dengan pneumonia derajat sedang dan tanpa gagal nafas
 Derajat III :          Penderita dengan Pneumonia Berat dan dengan Gagal Nafas
 Derajat IV :          Pasien dengan Pneumonia Berat dan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) atau dengan Multiple Organ Failure (MOF).               

2.6 TANDA
DAN GEJALA
A. Gejala pada unggas.               
     -         Jengger   berwarna biru 
   -         Borok dikaki     
     -         Kematian mendadak                                         
 B. Gejala pada manusia.               
-        Demam  (suhu   badan  diatas   38oC)
     -         Batuk dan nyeri tenggorokan   
     -         Radang  saluran pernapasan atas          
     -         Pneumonia
     -         Infeksi mata        
     -         Nyeri otot         
          Manifestasi klinis avian influenza pada manusia terutama terjadi di system respiratorik mulai dari yang ringan sampai yang berat. Manifestasi klinis avian influenza secara umum sam dengan gejala ILI (influenza like illness), yaitu batuk, pilek, dan demam. Gejala lain berupa sefalgia, nyeri tenggorokan, mialgia, dan malaise.
 Adapun keluhan gastrointestinal berupa diare dan keluhan lain berupa konjungtivitis. Spektrum klinis bisa sangat bervariasi, mulai dari asimtomatik, flu ringan hingga berat, pneumonia, dan banyak yang berakhir dengan ARDS (acute respiratory distress syndrome). kelainan laboratorium hematologi yang hampir selalu dijumpai adalah lekopenia, limfopenia dan trombositopenia. Kelainan foto thoraks bisa berupa infiltrate bilateral luas infiltrate difus, multilokal atau tersebar (pathcy) atau terdapat kolaps lobar.                  

2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG   
  1. Pemeriksaan laboratorium            
           Setiap pasien yang datang dengan gejala klinis seperti di atas dianjurkan untuk sesegera mungkin dilakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan darah rutin (Hb, Leukosit, Trombosit,Hitung Jenis Leukosit), spesimen serum, aspirasi nasofaringeal.
           Diagnosis flu burung dibuktikan dengan :
        • Uji RT-PCR (Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction) untuk H5.
           Biakan dan identifikasi virus Influenza Asubtipe H5N1.            
        Uji Serologi
A. Peningkatan >4 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1 dari spesimen  konvalesen dibandingkan dengan spesimen akut ( diambil <7 hari setelah awitan gejala penyakit), dan titer antibodi netralisasi konvalesen harus pula > 1/80.
B. Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 >1/80 pada spesimen serum yang diambil pada hari ke >14 setelah awitan (onset penyakit) disertai hasil positif uji serologi lain, misalnya titer HI sel darah merah kuda >1/160 atau western blot spesifik H5 positif.
 C. Uji penapisan  
           Rapid test untuk mendeteksi Influensa A.         
           ELISA untuk mendeteksi H5N1.             

 2. Pemeriksaan Hematologi        
      Hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, limfosit total. Umumnya ditemukan leukopeni, limpositopeni dan trombositopeni.           
 
3. Pemeriksaan Kimia darah        
      Albumin, Globulin, SGOT, SGPT, Ureum, Kreatinin, Kreatin Kinase, Analisis Gas Darah. Umumnya dijumpai penurunan albumin, peningkatan SGOT dan SGPT, peningkatan ureum dan kreatinin, peningkatan Kreatin Kinase, Analisis Gas Darah dapat normal atau abnormal. Kelainan laboratorium sesuai dengan perjalanan penyakit dan komplikasi yang ditemukan.

 4. Pemeriksaan Radiologik           
      Pemeriksaan foto toraks PA dan Lateral harus dilakukan pada setiap tersangka flu burung. Gambaran infiltrat di paru menunjukkan bahwa kasus ini adalah pneumonia. Pemeriksaan lain yang dianjurkan adalah pemeriksaan CT Scan untuk kasus dengan gejala klinik flu burung tetapi hasil foto toraks normal sebagai langkah diagnostik dini.

 5. Pemeriksaan Post Mortem      
         Pada pasien yang meninggal sebelum diagnosis flu burung tertegakkan, dianjurkan untuk mengambil sediaan postmortem dengan jalan biopsi pada mayat (necropsi), specimen dikirim         untuk  pemeriksaan      patologi anatomi dan PCR.    




2.8 PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan avian influenza adalah istirahat, peningkataan daya tahan tubuh, pengobatan antiviral, pengobatan antibiotic, perawatan respirasi, anti inflamasi, imunomodulators.
Untuk penatalaksanaan umum dapat dilakukan pelayanan di fasilitas kesehatan non rujukan dan
di rumah sakit rujukan flu burung.          
     1. Untuk pelayanan di fasilitas kesehatan non rujukan flu burung diantaranya:
• Pasien suspek flu burung langsung diberikan Oseltamivir 2 x 75 mg (jika anak, sesuai dengan berat badan) lalu dirujuk ke RS rujukan flu burung.       
• Untuk puskesmas yang terpencil pasien diberi pengobatan oseltamivir sesuai skoring di bawah ini, sementara pada puskesmas yang tidak terpencil pasien langsung dirujuk ke RS rujukan. Kriteria pemberian oseltamivir dengan sistem skoring, dimodifikasi dari hasil pertemuan workshop “Case Management” & pengembangan laboratorium regional Avian Influenza.
2. Pelayanan di Rumah Sakit Rujukan Pasien Suspek H5N1, probabel, dan konfirmasi dirawat        diruang isolasi.         
      • Petugas triase memakai APD, kemudian segera mengirim pasien ke ruang pemeriksaan.
• Petugas yang masuk ke ruang pemeriksaan tetap mengunakan APD dan melakukan kewaspadaan          standar.
Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik.
• Setelah pemeriksaan awal, pemeriksaan rutin (hematologi dan kimia) diulang setiap hari   sedangkan      HI         diulang pada hari kelima dan pada waktu pasien pulang.
• Pemeriksaan PCR dilakukan pada hari pertama, kedua, dan ketiga perawatan.
• Pemeriksaan serologi dilakukan pada hari pertama dan diulang setiap lima hari.
  Penatalaksaan di ruang rawat inap Klinis.
             
1.             Perhatikan          :
-     Keadaan umum 
               -     Kesadaran
               -     Tanda vital (tekanan darah, nadi, frekuensi napas, suhu
               -      Bila fasilitas tersedia, pantau saturasi oksigen dengan alat pulse oxymetry.

 2. Terapi suportif : terapi oksigen, terapi cairan, dll.              
     Mengenai antiviral maka antiviral sebaiknya diberikan pada awal infeksi yakni pada 48 jam pertama. Adapun pilihan obat :     
A.    Penghambat M2 : a. Amantadin (symadine), b. Rimantidin (flu madine). Dengan dosis 2x/hari  100mg atau 5mg/kgBB selama 3-5 hari.
B.     Penghambatan neuramidase (WHO) : a. Zanamivir (relenza), b. Oseltamivir (tami flu). Dengan dosis 2x75 mg selama 1 minggu.

Departemen Kesehatan RI dalam pedomannya memberikan petunjuk sebagai berikut :
1. Pada kasus suspek flu burung diberikan Oseltamivir 2x75 mg 5 hari, simptomatik dan  antibiotik  jika ada indikasi.
2. Pada kasus probable flu burung diberikan Oseltamivir 2x75 mg selama 5 hari, antibiotic spectrum luas yang mencakup kuman tipik dan atipikal, dan steroid jika perlu seperti pada kasus pneumonia berat, ARDS. Respiratory care di ICU sesuai indikasi. Sebagai profilaksis, bagi mereka yang beresiko tinggi, digunakan Oseltamivir dengan dosis 75 mg sekali sehari selama lebih dari 7 hari ( hingga 6 minggu).

2.9    PENCEGAHAN
           Pengendalian adalah aspek yang sangat penting dalam pencegahan transmisi walaupun belum ada bukti sahih adanya penularan dari manusia ke manusia yang berkelanjutan. Pencegahan transmisi dilakukan dengan melakukan perawatan isolasi dan perawatan pengendalian infeksi secara ketat menggunakan alat perlindungan personal dan metode kewaspadaan isolasi yang baik. Selain kewaspadaan standar (cuci tangan, sarung tangan, penggunaan bahan dekontaminan/desinfektan) perlu dilakukan pula kewaspadaan berdasar transmisi sesuai cara penularan (kontak, droplet & airborne). Penanganan limbah juga bagian yang sangat penting untuk pencegahan penularan. Adapun pencegahannya baik pada hewan ataupun pada manusia.

A. ada Unggas             
  1. Pemusnahan unggas/burung yang terinfeksi flu burung          
       2. Vaksinasi pada unggas yang sehat
B. Pada Manusia :        
                   1. Kelompok berisiko tinggi ( pekerja peternakan dan pedagang)          
    a. Mencuci tangan dengan desinfektan dan mandi sehabis bekerja.   
          b. Hindari kontak langsung dengan ayam atau unggas yang terinsfeksi flu burung.
          c. Menggunakan alat pelindung diri.    (contoh : masker dan pakaian kerja). 

    d.  Meninggalkan pakaian kerja ditempat kerja.            
    e.  Membersihkan kotoran unggas setiap hari. 

  2. Masyarakat umum        
      a. Menjaga daya tahan tubuh dengan memakan makanan bergizi & istirahat cukup.
      b.   Mengolah unggas dengan cara yang benar, yaitu :          
- Pilih unggas yang sehat (tidak terdapat gejala-gejala penyakit pada tubuhnya)
-  Memasak daging ayam sampai dengan suhu ± 800C selama 1 menit dan pada telur sampai dengan  suhu ± 640C selama 4-5 menit.    

























BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Penyakit flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian influenza) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas. Penyakit flu burung yang disebabkan oleh virus avian infuenza jenis H5N. Flu Burung merupakan penyakit yang berbahaya karena dapat membunuh seluruh ternak unggas di areal usaha peternakan. Flu Burung merupakan penyakit yang berbahaya karena dapat menyebar dengan cepat ke areal peternakan lain dan di seluruh tanah air. Flu Burung berbahaya karena banyak jenis Flu Burung dapat menyebabkan manusia sakit dan meninggal

3.2 SARAN
Saran yang dapat kami sampaikan kepada pembaca,sebaiknya pembaca harus mengetahui gejala-gejala dari avian influenza, ini penting kerena gejala avian influeza sangat mirip dengan influenza biasa, dan apabila menemukan gejala-gejala seperti yang dimaksud sebaiknya melaporkan kepada petugas kesehatan,baik gejala pada unggas maupun pada manusia.

















  DAFTAR PUSTAKA

 Emedicine, (2009). http://id.shvoong.com/medicine-and-health/2004014-manajemen-    klinis-  kasus-flu-burung/#ixzz1RzrYHgri. di diakses pada 17 juni 2013.
 Anonim, 2005, Artikel Tentang Flu Burung, www.who.go.int  .di akses pada 17 juni 2013.
      Akoso, Budi Tri. 2006. Waspada Flu Burung. Penerbit Kanisius : Yogyakarta.di akses pada 17  juni 2013


Tidak ada komentar:

Posting Komentar